Jumat, 09 Maret 2012

Sepi di Gua Pari


Pintu gua sebelah kanan
Cerita lainnya datang dari Gua Pari. Gua pari ini benar-benar tidak terawat. Berbeda dengan Gua Bening yang memiliki mata air, Gua Pari benar-benar kering. Tempatnya pun hampir tertutup dedaunan dari pohon jati. Sepertinya, Gua Pari ini dulunya pernah menjadi salah satu objek wisata. Saya mengetahuinya dari sebuah batu besar yang ada di mulut gua. Di batu itu tertulis keterangan tentang Gua Pari (maaf saya lupa memotretnya :p). Sayang banget, sekarang tempat ini malah jadi nggak terawat. Gua Pari ini sebenarnya bisa dimasuki oleh manusia, tapi melihat tempatnya yang seperti tidak terawat, saya mengurungkan niat untuk masuk. Bukan apa-apa, kita kan nggak pernah tahu apa yang ada di dalam. Kalau tiba-tiba pas masuk trus batu-batu berjatuhan dan menutupi mulut gua, bagaimana? Hahaha… adegan film laga zaman dulu banget sih memang, tapi memang ketakutan itu yang membayangi saya saat itu :D.
Pintu gua sebelah kiri
Karena tidak masuk, kami pun hanya memotret bagian depan gua saja. Gua Pari ini ada dua pintu masuk, sebelah kanan dan sebelah kiri. Tetapi, keduanya tidak bertemu. Maksud saya, pintu sebelah kanan tembusannya akan berbeda dengan pintu sebelah kiri. Jalanan di pintu kanan agak sempit, mungkin karena sudah tertimbun tanah ya. Adapun jalanan di pintu sebelah kiri cukup besar, setidaknya orang hanya perlu membungkuk sedikit jika ingin memasukinya. Cerita tentang gua Pari ini saya dapatkan justru dari orang tua saya. Bukan cerita tentang asal mula gua itu, melainkan fungsi gua itu pada zaman dahulu (kaya udah beribu-ribu tahun aja :D). Iya, jadi, menurut orang tua saya, gua itu dulu sering digunakan untuk tempat bertapa (emm..mungkin lebih tepatnya bermeditasi ya? :D). Ini serius loh, dan saya tiba-tiba jadi membayangkan salah satu adegan dalam film Mak Lampir, hahahaha..
Menurut orang tua saya juga, selain dipakai untuk bertapa, gua itu cukup sering didatangi oleh anak-anak (termasuk orang tua saya). Ada yang tahu untuk apa? Bukan untuk bertapa, tentu saja -___-. Anak-anak yang datang ke sana biasanya menggunakan gua untuk tempat belajar. Memang ada orang yang bertapa (atau apalah itu namanya :D), tetapi mereka tidak saling mengganggu. Cara belajar anak-anak itupun sepertinya gak seperti saya dan teman-teman saya (belajar di lantai dasar perpus, suara kami bisa terdengar sampai ke lantai tiga :p). Seru ya? Menurut saya seru loh, bisa belajar di dalam gua. Seperti berpetualang ke mana gitu. Kalo saya hidup zaman itu, mungkin gua itu sudah saya jadikan markas untuk berkumpul dengan teman-teman saya ya (seperti kami menjadikan PGS sebagai markas walaupun banyak ulat bulu atau bau tidak sedap :D).
Gua Pari ini katanya (karena saya tidak melihat langsung :D) memiliki lahan yang luas di dalamnya. Langit-langit guanya juga tinggi, tidak seperti yang terlihat di mulut guanya yang terkesan sempit (ini untuk gua yang sebelah kiri ya). Di dalam gua itu konon ada dua jalan, yang satu ada tembusan jalan yang cukup besar, satu lagi tembusannya hanya lubang kecil yang mungkin cukup dilewati oleh anak kecil. Di dalam gua itu pun (menurut sumber) tidak gelap, karena cahaya yang masuk itu cukup. Selain itu juga tidak pengap karena (seperti yang saya sudah jelaskan) gua itu memiliki langit-langit yang tinggi. Meskipun di dalam itu juga hidup banyak kelelawar, toh mereka tidak mengganggu. Saat anak-anak belajar di siang hari, mereka kan sedang menikmati tidur siang mereka :D. Gak heran ya, kalo dulu gua ini menjadi tempat yang nyaman bahkan buat anak-anak sekalipun.
Sayangnya, saat ini sudah tidak ada lagi yang belajar di gua ini. Sepi, kotor, tidak terawat, dan terlelap. Kata-kata itulah yang menurut saya menggambarkan gua ini sekarang. Mungkin kalau gua ini dipasang sinyal hot spot, diberi penerangan yang cukup, diatur sedemikian rupa untuk bisa jadi tempat yang nyaman, gua ini bisa jadi tempat nongkrong alternatif bagi anak muda di sana ya? :p Sekian, laporan perjalanan dari gua Pari. Telah saya torehkan jejak saya di sini J.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar