Hai selamat bertemu lagi...
Aku sudah lama menghindarimu...
Sialku lah kau ada di sini...
Aku sudah lama menghindarimu...
Sialku lah kau ada di sini...
Brukkk!!!
“Aduuh.. maaf kak..”
Ifa buru-buru meminta maaf ketika melihat siapa yang ditabraknya. Kak Aldo,
seniornya di kampus yang baru saja menjadi tempat menuntut ilmu baginya.
“Iya, gak apa-apa
kok..tuh teman-teman kamu ada di sana, sana kamu gabung sama kelompokmu..” Aldo
tersenyum sambil menunjuk sekelompok maba yang sedang berbaris.
“Makasih kak,
permisi..” Ifa buru-buru menyingkir untuk bergabung bersama teman
sekelompoknya.
Hari ini adalah hari
ketiga masa orientasi mahasiswa baru di kampusnya. Sejak awal, mahasiswa baru
diharuskan untuk mengenal para seniornya. Ifa sendiri berusaha keras menghapal
nama-nama seniornya, terutama yang terlihat sangar. Sialnya, semakin galak para
senior itu, semakin sulit bagi Ifa untuk mengingat nama mereka. Berbeda dengan beberapa
senior yang menurutnya baik, Ifa justru sangat mudah menghapal nama-nama
mereka. Senior yang baik-baik itu umumnya menjadi panitia bagian kesehatan,
sedangkan yang galak umumnya panitia disiplin. Kak Aldo menjadi bagian dari
panitia disiplin, tetapi Ifa mengingat nama dan wajahnya karena Kak Aldo
berbeda. Tak seperti kakak-kakak disiplin lainnya yang senang sekali
berteriak-teriak atau memasang tampang sok galak, Kak Aldo tetap ramah walau
kata-katanya terdengar tegas. Ia juga sesekali terlihat memamerkan seyumnya
yang terlihat tulus.
Kak Aldo ternyata
banyak membantu Ifa di masa-masa awal kuliah Ifa. Ia meminjamkan beberapa
bukunya, memberi tips-tips untuk memahami mata kuliah tertentu, bahkan tak
jarang menawarkan pulang bareng ketika waktu pulang kuliah mereka berbarengan.
Rumah Kak Aldo pun ternyata searah dengan Ifa hingga tak jarang mereka pulang
bersama. Walau demikian, hubungan mereka tak lebih dari senior dan junior. Ifa
sangat mengagumi kak Aldo, hatinya tak dapat berbohong. Namun, ia juga tak mau
berharap terlalu banyak. Seperti yang ia kenal, Kak Aldo sangat ramah kepada
siapapun. Ia pun tahu pasti, tak sedikit kakak senornya yang menyukai Kak Aldo.
Cerita tentang teman-teman perempuan yang mendekati Kak Aldo pun sering ia
dengar dari Kak Aldo ketika mereka sedang pulang bareng. Kak Aldo baik dan
ramah kepada semua orang, tak ada yang istimewa dari hubungannya dengan Kak
Aldo. Berkali-kali hati Ifa menegaskan itu.
***
“Bulan depan Aku
berangkat ke Aussie, menjalani sisa kuliahku di sana. Aku udah nggak sabar pengen
segera jalan-jalan di sana,” ujar Kak Aldo sambil terkekeh. Mereka sedang dalam
perjalanan pulang.
“Huuu.. Kakak bukannya
mikirin kuliah, udah mikirin jalan-jalan aja..” sambar Ifa sambil mendelik.
Dalam hati ia iri membayangkan betapa asyiknya kuliahsambil jalan-jalan ke luar
negeri. Namun, DEG! Berarti tak lama lagi ia haru berpisah dengan Kak Aldo. Seketika
ada rasa ngilu di hatinya.
***
Sungguh tak mudah
bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini
Sakitnya menusuki
jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati
Melawan cinta yang ada di hati
Halo Ifa.. apa kabar?
Tertulis di kolom chat
jejaring sosialnya. Dari Kak Aldo. Sudah setahun berlalu. Selama itu pula tak
ada kabar dari Kak Aldo. Satu bulan pertama mereka berpisah, mereka masih
sering berkirim kabar lewat jejaring sosial. Sampai dua dan tiga bulan
berikutnya, Ifa masih sering mengirimkan pesan. Menceritakan berbagai kegiatan
yang ia lakukan di kampus, teman-temannya di kampus, bahkan beberapa
kesulitannya dalam menghadapi mata kuliah tertentu. Namun, semakin lama, tak
ada lagi balasan dari Kak Aldo. Balasan yang semula ramah, berikutnya terasa
hambar, sampai akhirnya hilang sama sekali. Saat itu Ifa sedih, hatinya pedih. Namun,
ia tak ingin terlalu lama menyia-nyiakan waktu. Ia menyibukkan dirinya dalam
berbagai kegiatan di kampus. Ia berusaha keras untuk melupakan segala hal
tentang Kak Aldo. Dan tiba-tiba, setelah dua tahun menghilang, Kak Aldo kembali
menyapanya.
Ifa masih memandangi
layar monitornya. Ia bingung harus menjawab apa. Tak terasa, air matanya
menggenang. Ifa menghapusnya sebelum sempat jatuh. Mulutnya tertawa terkekeh
pelan. Ia menertawakan dirinya sendiri. Cuma
sapaan begitu aja kok, tak ada yang istimewa. Setelah berpikir cukup lama,
ia oun mengetik.
Baik, Kak. Kakak apa kabar?
Selanjutnya,
percakapan di antara mereka mengalir begitu saja. Seperti tak pernah terjadi apa-apa
selama dua tahun ini. Namun, percakapan itu ternyata menyisakan sesak di hati
Ifa. Dari cerita Kak Aldo Ifa tahu, Kak Aldo kini sedang dekat dengan teman perempuan
seangkatannya yang kuliah di tempat yang sama dengan Kak Aldo.
Komunikasi Ifa dan Kak
Aldo semakin sering belakangan ini. Namun, jika Ifa jujur, ada dua rasa di
hatinya setiap kali mereka berinteraksi. Ifa senang sekali setiap kali diajak chat oleh Kak Aldo, tetapi juga sedih
setiap kali menyadari keadaan Kak Aldo sekarang yang tak lagi sama dengan yang
dulu. Sudah ada orang lain di samping Kak Aldo sekarang.
Sampai pada suatu
saat, ia merasa ia harus menyembuhkan luka yang diam-diam semakin menyakiti hatinya.
Luka yang dulu belum sembuh sepenuhnya, dan ia merasa dengan keadaannya
sekarang, ia justru memperparah luka yang sudah ada. Ia tak bisa begini terus. Perlahan-lahan,
ia mengurangi intensitas obrolannya dengan Kak Aldo sampai akhirnya ia
mengabaikannya sama sekali. Tidak, Ifa tidak membalas perlakuan Kak Aldo dulu
dengan melakukan hal yang sama. Ia hanya ingin lukanya tak semakin bertambah
pedih. Dan menurutnya, itu cara terbaik yang dapat dilakukannya.
Bye, selamat berpisah lagi
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada di sini
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada di sini
Sungguh tak mudah bagiku
Menghentikan segala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa
Menghentikan segala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa
Meradang menjadi yang di sisimu
Membenci nasibku yang tak berubah
Membenci nasibku yang tak berubah
***
Ifa sedang
tergopoh-gopoh membawa bunga yang beraneka ragam. Ia menjadi salah satu panitia
yang menyambut senior-seniornya yang diwisuda hari ini. Ia masih saja
melongok-longok mencari di mana rombongan seniornya di lapangan seluas ini
dengan orang-orang yang begitu ramai, sampai terdengan seseorang memanggil
namanya.
“IFA!!!”
Ifa menoleh. Kak Aldo
sedang berdiri di belakangnya. Senyum ramahnya masih sama seperti dulu, senyum
yang mempesona, senyum yang selalu membuat hati Ifaa seperti ingin melonjak.
Ifa menenangkan diri dan hatinya.
“Eh.. Kak Aldo?
Ngapain di sini, Kak?” Basi. Sungguh basa-basi yang tidak cantik. Dalam hati,
Ifa merutuk. Jelas-jelas Kak Aldo memakai seragam wisuda. Dan betapa bodohnya
dia karena lupa bahwa Kak Aldo juga diwisuda hari ini.
Kak Aldo hanya tertawa
ringan sambil memperlihatkan baju wisudanya. Meyakinkan Ifa bahwa ia menjadi
salah satu wisudawan yang merayakan kelulusan pada hari ini.
“Fa, kenalkan, ini
pendamping wisudaku yang semoga juga menjadi pendamping hidupku kelak..” sambil
tersenyum Kak Aldo memperkenalkan seorang wanita cantik yang sejak tadi berdiri
di sampingnya.
Dan upaya ku tahu diri tak selamanya berhasil
Dan upaya ku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah lagi...
Dan upaya ku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah lagi...
( Maudy Ayunda- Tahu Diri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar